Mafein
Nekaf dalam Masyarakat Timor: budaya
gotong royong yang sesungguhnya
(Lidwina Felisima Tae)
Kita tentu tidak asing dengan
istilah “gotong royong”. Selain Bhineka
Tunggal Ika, istilah ini diamini oleh para pendiri bangsa kita sebagai
salah satu semboyan bangsa Indonesia. Gotong royong sendiri dapat diartikan
sebagai keadaan saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dalam kehidupan
sosial suatu masyarakat tertentu.
Masyarakat Timor pada umumnya
melekat dengan sistem bahu membahu dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam bahasa
dawan bisa diterjemahkan “Mafein nekaf”. Hal ini bisa dilihat dari aspek
kehidupan masyarakat yang selalu mengidentikkan segala hal dengan saling
membantu sesama anggota keluarga. Istilah mafein nekaf identik dengan kebersamaan
yang dalam bahasa dawan dikenal dengan istilah “tok tabuah, tamolok tabuah” yang
berarti "duduk dan bicara bersama kita saling membuka diri dan saling
membantu". Dalam filosofi uab meto, istilah ini memberi makna bahwa segala sesuatu bisa dicapai ketika masyarakat berkumpul bersama dan saling bahu membahu untuk mencapai tujuan tertentu.
Kali ini, saya akan mengulas
sedikit tentang budaya masyarakat Timor untuk saling bekerja sama dalam cakupan
wilayah Timor Tengah Utara (TTU). Lebih
spesifik, saya ingin mengeksplor lebih
jauh bagaimana pesta “ala orang Timor” yang identik dengan budaya kebersamaan
atau “mafein nekaf” itu sendiri.
Dalam masyarakat Timor, kata
“keluarga” punya makna tertentu yang berbeda dengan pemahaman orang kebanyakan.
“Keluarga” di sini punya cakupan yang luas. Kata ini biasanya diidentikkan
dengan generasi tingkat ke sekian (bahkan bisa hingga tingkat ke-4 ataupun
lebih). Biasanya dalam satu kampung, hampir semua yang ada dalam kampung
tersebut (penduduk asli) menyebut diri sebagai bagian dari rumpun “keluarga”
dalam kelompok yang lebih besar. Tidak heran, istilah sepupu bisa dipakai untuk
generasi ke sekian yang mungkin hubungan pertaliannya lumayan jauh.
Lingkaran hubungan “keluarga” ini
kemudian menjadi cikal bakal budaya gotong royong (Mafein Nekaf). Hal ini
terlihat jelas dalam event-event sosial kemasyarakatan yang menunjukkan dengan
jelas bagaimana orang Timor menitikberatkan pada konsep mafein nekaf.
Ada beberapa hal unik yang bisa
kita lihat dalam konsep Mafein Nekaf
ini.
1. Upacara-Upacara
Adat
Upacara
adat ini mencakup banyak hal, misalnya acara peminangan, pernikahan, upacara
kematian, dan sebagainya. Biasanya sebelum melangsukan acara, si tuan pesta akan
mengundang semua orang yang dianggapnya
“keluarga” untuk mengiikuti acara “kumpul keluarga”. Dalam acara tersebut, keluarga
yang melangsungkan perhelatan akan menjamu keluarga yang diundang. Konsep
acaranya tergantung dari ‘yang mengundang’, termasuk seberapa mewahnya acaranya
tersebut.
Dalam
acara tersebut, biasanya setiap keluarga yang datang akan membawa sejumlah uang
ataupun barang sebagai bentuk sumbangan kepada keluarga “tuan rumah”. Bentuk lain dari uang
misalnya hewan untuk disembelih (umumnya babi, bisa juga kambing) ataupun bisa
juga dalam bentuk kain tenunan (dalam bahasa setempat disebut tais).
Yang unik
dalam tradisi ini adalah setiap bawaan dari keluarga lain akan ditulis dalam
sebuah buku, lengkap dengan nama dan bentuk bawaannya. Ini bisa jadi sebagai
“pengingat” dan “catatan” tersendiri bagi keluarga yang menyelenggarakan acara,
dimana jika tiba gilirannya, dia akan mebawa paling tidak sama dengan yang
dibawa keluarga tersebut.
Gambar 1. Di salah satu upacara adat masyarakat Timor. Tampak beberapa pria Timor mengenakan pakaian adat Timor. Sumber Foto: Jeko Agu |
2. Dari
Kita, Oleh Kita Dan Untuk Kita
Selain
bahu membahu mengumpulkan modal untuk menyelenggarakan acara, semangat mafein nekaf juga terlihat ketika mereka
mempersiapkan acara. Biasanya, seperti ada pembagian yang jelas antara tugas
kaum wanita dan kaum lelaki. Adalah hal yang lumrah jika para wanita bertugas
untuk memastikan konsumsi sebelum, selama dan setelah pesta berlangsung.
Sebelum pesta berlangsung, biasanya kaum lelaki akan berbagi tugas menyiapkan
tenda, kursi, hingga segala hal yang berhubungan ‘fisik” pesta.
Di lain
pihak, kaum wanita akan bertugas memasak, untuk kebutuhan konsumsi pada saat
persiapan dan selama pesta berlangsung. Acara–acara seperti ini juga sebagai
ajang untuk bersosialisasi antara sesama anggota keluarga dengan anggota
keluarga lain. Di sini terlihat jelas, bahwa budaya patrilinear masih melekat
dengan kuatnya pada masyarakat dawan.
Gambar 2. Wanita Timor dengan pakaian adatnya. Sumber Foto: Jeko Agu |
3. Sirih
Pinang Dan Sopi
Tampaknya
dua makanan dan minuman ini tidak bisa lepas dari pesta ala “orang timor”.
Sirih pinang sendiri sering disajikan dalam suasana apapun. Saat menyambut tamu
ataupun saat berbincang hangat bersama saat mempersiapkan pesta. Sirih pinang
juga memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Timor (bahasan mengenai sirih
pinangakan dibahasa pada sesi berikutnya). Sopi (tua nakaf) juga sangat lekat dengan budaya orang Timor. Biasanya,
minuman yang satu ini identik dengan kaum lelaki. Sopi atau tua nakaf biasanya disediakan oleh tuan rumah
atau bisa juga dibeli secara sukarela oleh mereka yang ingin “minum” bersama
beberapa orang di pesta tersebut. Pentingnya kehadiran dua jenis makanan dan
minuman ini terlihat dari bagaimana si tuan pesta biasanya menyiapkan secara
khusus.
Bagi masyarakat dawan baik sirih,
pinang, dan sopi ( Puah, Manus, Nok Tua
Nakaf) merupakan simbolisasi cultur dan hidangan wajib dalam ritual adat
dan perjamuan tamu yang wajib. Tradisi ini menjadi salam dan sapaan pembuka yang
menjadi ciri khas masyarakat dawan di Timor.
Gambar 3. Sirih Pinang (Puah Manus). Sumber Foto: Jeko Agu |
Salam,
LFT
Post a Comment